Kamis, 20 Desember 2012

Fisik Bukan Kesempurnaan

Aku Ajun, umur ku 17 tahun dan sekarang duduk di bangku kelas 3 di sebuah SMA Negeri di Samarinda, Kalimantan Timur. Kehidupan ku sehari-hari mungkin bisa dibilang amat memperihatinkan, banyak yang mengasihani dan adapula yang mencemoohi ku. Namun sejatinya Aku selalu memiliki tekat yang kuat untuk  menjalaninya walau pun Tuhan telah mengambil sebelah kaki ku.

Dua Tahun sudah semenjak saat itu. Ketika kaki ini masih dapat menopang kuat tubuh ini, Aku selalu dibutakan dengan kesombongan masa jiwa labil ku. Dulu Aku terkenal sebagai cover boy, istilah untuk anak-anak keren gitulah. Di jalan juga aku terkenal dengan Ajun si Asap Aspal.


Asap Aspal sungguh keren waktu itu. Asap Aspal tidak semua orang mungkin dapat memiliki gelar itu. Hanya Aku yang memiliki itu, sebuah gelar untuk sang juara di kalangan pembalap liar. Aku boleh saja paling muda di klompok ku waktu itu, tetapi Aku selalu diandalkan setiap pukul 3 pagi untuk berpacu di Jalan Gajah Mada yang kerap berkabut itu. Tetapi semua itu sudah berakhir, kala Tuhan memperingati ku.

Ia mengambil kaki kanan ku, tepat di Malam Minggu, 3 Maret 2010 lalu dimana Aku harus mempertahankan gelar Asap Aspal ku. Kejadian yang terjadi hanya dalam 5 menit itu sangat menekan benak ini, menghambat helaan nafas ini. Hunusan terotoar Jalan Gajah Mada itu begitu terasa menetaskan urat-urat dan persendian ini, dengungan kuda besi ku sontak menjadi percikan kembang api. Sungguh terasa seperti ditaris kuda liar raga ini di atas aspal itu yang kemudian ditutup dengan kegelapan dan sayup-sayup suara isan yang menjerit tolong...tolong...

Aku kemudian sadar ditengah deru tangis mereka. Mereka yang mengasuh ku sejak Aku belum bernafas.Saat itu Aku sadar Asap Aspal ku telah berkhir dengan menjadikan kaki kanan ku sebagai sesajennya. Di tengah rasa penat saat itu, Aku hanya berfikir..dan terus berfikir..Akan jadi apa Aku ini. Hanya kosong pandangan ku, selalu tertuju pada paha ini dan tongkat ini.

Hingga saat itu, Aku berkunjung ke Panti Asuhan Mulia Hati. Disana Aku merasa Aku tidak sendiri, Aku dan mereka adalah sempurna.Hingga tak terasa kala itu sepekan berlalu dirumah yang Aku rasa penuh semangat itu. Di rumah itu, satu yang memaknai ku dan menguatkan hati ini. Aku bertemu Yulius, ia seumuran dengan ku kala itu. Ia penderita hidrosepalus dan telah bergumul dengan kekurangannya semenjak belasan tahun lalu. Tetapi Ia selalu berkata "Aku sempurna karna Tuhan bersama ku, Aku sempurna karena kamu teman ku dan Aku sempurna karena di rumah ini Aku sama dengan mereka. Mereka yang juga saudara ku,". Kata-kata itu, sungguh mencuci otak ini. Dari yang ingin mati saja menjadi ingin memberi arti sesungguhnya.

Aku, Ajun yang memberi arti pada mereka yang mencemooh, menghina atau pun yang mencintai Aku. Karena mereka dan Aku, sama. Fisik bukanlah kesempurnaan bagi-Nya. Arti hidup mu lah yang menentukan kesempurnaan itu.

Yang kini ada dalam benak ku semua manusia itu ada cacatnya, jadi Aku yang cacat ini, teman-teman ku di Panti Asuhan Mulia Hati, dan Kamu yang membaca ini adalah sama di mata Tuhan. Tuhan tidak mengucilkan ku, untuk itu kamu juga wajib mencintai kami.